Muhammad Amin Rais: Melek Investasi, Membeli Waktu dan Pilihan

Amin Rais PDU Bea Cukai

Muhammad Amin Rais, atau yang akrab disapa Amin, adalah seorang Aparatur Sipil Negara di Kementerian Keuangan. Pemuda kelahiran Sleman, 19 Oktober 1995 ini tergolong baru di lingkungan birokrasi, namun hal-hal yang telah ia raih sangat menginspirasi orang-orang di sekelilingnya, terutama terkait investasi saham yang ia tekuni. Ketertarikannya terhadap dunia saham ia tunjukkan sejak awal penempatan. Mengawali karirnya di Kantor Bea Cukai Ambon, Amin menolak untuk menjadi biasa-biasa saja. Waktu kosongnya banyak ia gunakan untuk belajar investasi. Bahkan, uang rapelannya saat itu hampir sepenuhnya dia alokasikan untuk investasi saham.

“Perbedaan orang di negera maju dengan Indonesia yang merupakan negara berkembang adalah orang di negara maju asetnya kerja keras sementara mereka bekerja biasa-biasa, sedangkan di Indonesia orangnya bekerja sangat keras sementara asetnya tidur.” – Sri Mulyani Indrawati

Amin adalah salah satu pegawai yang menyadari pentingnya literasi finansial. Esensial baginya agar uang tidak hanya disimpan di rekening bank, tetapi dialokasikan ke aset yang bergerak, salah satunya adalah saham. Sebagai Pegawai Negeri Sipil, ia memahami pentingnya bekerja dengan baik. Namun ia tidak ingin membatasi bahwa yang bekerja cuma dirinya sendiri, melainkan juga aset-aset yang ia miliki. “Ada anggapan kalau PNS itu terbatas dan bisa diukur dari segi take home pay. Nah, untuk melampaui batasan itu, yang perlu kita lakukan adalah membuat aset kita yang awalnya diam menjadi bergerak. Jadi bukan cuma kita yang cari uang, tapi uang kita juga cari uang,” ucapnya dengan nada bercanda. Baginya, memperoleh uang adalah satu hal, mengelolanya adalah hal yang lain.

Terjun ke pasar modal

Mengenal dunia investasi sejak usia 19 tahun, Amin tidak gentar dengan risiko pasar modal. Menurutnya, risiko itu kita yang tentukan dan itu sangat bisa dibatasi sesuai batas toleransi kita. “Pilih saja emiten dengan risiko rendah dan tetap membagikan deviden. Ketika terjadi penurunan harga, toh saya juga sudah memperoleh deviden. Jadi ada beberapa momen di mana deviden yang saya terima sebelumnya sudah menutupi penurunan harga saham saya pada saat itu,” jelasnya berusaha menyederhanakan pengelolaan risiko di pasar saham.

Menurut Amin, berinvestasi di pasar modal berarti memandang dunia dengan optimistik. Kita bersandar pada satu asumsi mendasar bahwa sebagian besar orang bangun pagi dengan niat untuk membuat keadaan jadi lebih baik, bukan membuat masalah. Sehingga ketika bicara prospek, kita boleh percaya bahwa dunia ini akan makin baik dan nilai saham kita cepat atau lambat juga akan meningkat.

Kenapa Memilih Saham

Ketika ditanyai terkait kenapa tidak memilih instrumen investasi lain, salah satu alasan Amin tidak mencoba crypto dan forex adalah dari pertimbangan agama. Ada potongan ayat yang mengatakan “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah itu agar kamu mendapat keberuntungan.” “Nah, saya kepikiran mengundi nasib dengan anak panah ini seluas apa maknanya. Saya tidak tahu persis jawabannya, tapi saya pastikan yang membuat saya ragu mending saya hindari,” tegasnya.

Lebih jauh, Muhammad Amin Rais mengemukakan setidaknya 4 alasan memilih saham dibanding instrumen investasi lain. Pertama, di pasar saham ada batasan risiko harian, ada ARA dan ARB. Hal ini tidak didapati di crypto dan forex. Kedua, saham berarti kepemilikan atas perusahaan. Ketiga, berinvestasi di saham membuat kita jadi lebih melek dengan perkembangan ekonomi makro. Terakhir, Ia memandang secara faktual bahwa orang-orang terkaya di dunia dibesarkan dari saham, bukan instrumen investasi lainnya.

Lebih spesifik, Amin tidak melihat emas sebagai instrumen investasi. “Mungkin ada yang menganggap emas sebagai instrumen investasi karena kecenderungan harganya terus naik. Padahal kalau dibandingkan, katakan lah harga emas naik 12%, tapi setelah dibandingkan dengan harga saham ANTM misalnya, ternyata naiknya sampai 40% saat itu. Jadi sebenarnya malah ada opportunity cost, kerugian atas kesempatan yang hilang karena mengambil kesempatan lainnya.

Saham Bukan Cara Cepat Untuk Kaya

Menanggapi fakta bahwa saat ini jumlah investor Indonesia yang tercatat di Bursa Efek Indonesia masih di bawah 4%, Amin cukup menyayangkan karena menganggap angka tersebut seharusnya bisa lebih besar. “Ini tugas seluruh investor untuk mulai membunyikan literasi finansial di mana-mana.” Namun, Ia juga berpendapat bahwa tidak semua orang pantas berada di pasar modal. “Boleh-boleh saja sih, yang tidak boleh adalah jangan semuanya jadi full time trader, nanti tidak ada yang kerja,” ucapnya sambil tertawa. Tapi yang ingin Ia tegaskan adalah kita harus paham bahwa pasar saham sangat jahat untuk orang-orang yang tidak siap.

Selain itu, jika ada orang di luar sana yang berpikir saham itu bikin cepat kaya, Amin dengan tegas menjawab tidak. Berkaca dari orang-orang kaya terkenal seperti Elon Musk, Warrent Buffet, Lo Kheng Hong, hingga Sandiaga Uno, yang kita tahu sebatas mereka sukses dari investasi saham, tapi jangan pernah lupa bahwa mereka memulai itu sejak dini. “Jadi saham itu bukan cara cepat untuk kaya, tetapi cara tepat untuk kaya.”

Investasi: Membeli Waktu dan Pilihan

“Kalau mau cari harta karun, cari di pasar modal,” begitu kata investor legendaris Indonesia, Lo Kheng Hong. Muhammad Amin Rais sangat setuju dengan pernyataan itu. Baginya, investasi berarti membeli masa depan. “Tidak salah kalau pasar modal disebut sebagai tempatnya harta karun. Bayangkan, kita bisa membeli masa depan dengan harga masa kini,” ucapnya mengelaborasi.

Terakhir, pemuda yang mengidolakan sosok Sandiaga Uno ini juga memberikan contoh dari idolanya, di mana pada tahun 2022 Pak Sandiaga Uno menerima deviden sebesar 175 miliar hanya dari satu emiten yaitu SRTG. “Tapi yang perlu ditekankan adalah dia tidak mulai sekarang, dia mulai sejak muda.” Tanpa berambisi menyamai angka tersebut, Amin berharap dan berusaha tetap mengarah ke titik itu. “Jadi saya mau pada satu waktu nanti, ketika anak saya mau kuliah, saya tidak lagi harus menentukan arah hidupnya hanya karena pertimbangan ekonomi. Jadi saya mau dia bergerak sesuai passionnya.” Menurutnya, itulah yang menyenangkan dari literasi finansial: memahami cara kerja uang dan memanfaatkannya untuk membeli waktu dan pilihan.

SHARE

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *