Edward Bernays: Bagaimana Ekonomi Digerakkan oleh Perasaan

edward bernays

Pada tahun 1920-an, merokok adalah hal tabu bagi kaum wanita. Kalaupun mereka melakukannya, mereka akan dikecam dengan keras jika terlihat menghirup asap tembakau. Itu merupakan tindakan yang tabu. Di mata masyarakat, merokok bukanlah perilaku yang pantas bagi wanita, sebagaimana menjadi sarjana yang saat itu dianggap eksklusif untuk kaum pria. Konsekuensinya, industri tembakau menghadapi dilema besar. Dengan begini, 50 persen dari populasi manusia tidak menghisap rokok mereka, hanya karena stigma sosial yang melekat dengan aktivitas merokok. Industri sudah mencoba memasarkan tembakau pada kalangan wanita, tapi tidak ada yang berhasil… Hingga muncul seorang inovator: Edward Bernays.

Edward Bernays sebagai pembeda

Semua berubah saat American Tobacco Company merekrut Edward Bernays, seorang tokoh marketing dengan ide liar. Saat itu, orang lain memandang marketing sekadar sarana untuk mengomunikasikan manfaat nyata dari suatu produk. Bernays hadir dengan pendekatan yang revolusioner. Ia percaya bahwa orang-orang tidak membuat keputusan rasional setiap saat. Otak perasa yang emosional dan impulsif lebih banyak memegang kendali secara tidak sadar. Berbekal pengetahuan psikologi dan bimbingan pamannya yang juga seorang psikoanalis terkenal, Sigmund Freud, Bernays memahami kekuatan emosi dan identitas dalam membentuk perilaku manusia.

Bernays mulai memikirkan jika Ia ingin mendorong wanita untuk merokok, yang harus ia lakukan bukanlah memikat pikiran-pikiran mereka, melainkan menyentuh emosi dan nilai-nilai yang melekat dengan identitas mereka. Lalu apa yang dilakukan? Ia mempekerjakan sekelompok wanita dan menyewa fotografer untuk mengambil foto mereka saat sedang merokok dalam sudut pandang yang paling keren, lalu dikirim ke surat kabar nasional.

Menyalakan rokok berarti menyalakan obor kemerdekaan.

Kurang lebih itulah pesan yang dibawa oleh Bernays untuk menyentuh sisi emosional wanita bahwa merokok berarti menjadi merdeka dan menjadi diri mereka seutuhnya. Bernays merekayasa narasi tersebut sedemikian rupa menjadi sebuah pesan politis agar wanita tidak lagi hanya melihat rokok sebagai produk konsumsi, melainkan sebagai simbol kebebasan diri. Generasi wanita ini akhirnya percaya dan melihat diri mereka sebagai generasi pertama yang bisa bertindak secara merdeka. Dan sejak saat itu, pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama besarnya untuk terkena kanker paru-paru.

Kesimpulan

Edward Bernays telah meninggal 29 tahun silam, tepatnya pada 9 Maret 1995. Namun, ide marketing liarnya masih relevan dan sering kita jumpai hingga saat ini. Nilai, ide, hingga narasi bisa dipelintir ke mana saja untuk meraup keuntungan ekonomi. Karena mungkin memang, dunia ini berputar mengelilingi satu hal: perasaan.

SHARE

1 thought on “Edward Bernays: Bagaimana Ekonomi Digerakkan oleh Perasaan”

  1. Pingback: Tentang Kesenjangan Moral - Esai

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *